Minggu, 28 Maret 2010

Jangan Sampai Remehkan Amalan Sunnah

Mungkin sebagian orang menganggap cukup dengan amalan-amalan wajib. Amalan sunnah yah kadang saja dilakukan, jika ada waktu, atau lagi "mood". Inilah anggapan sebagian orang awam. Namun sebenarnya jika kita meneliti apa yang diberitahukan oleh Allah dan Rasul-Nya, sungguh amalan sunnah memiliki keistimewaan yang luar biasa yang bisa mendukung sempurnanya amalan wajib yang kita lakukan.Silakan simak dalam artikel ringkas berikut ini mengenai keutamaan amalan sunnah.

Pertama: Menggapai wali Allah yang terdepan

Orang yang rajin mengamalkan amalan sunnah, maka ia akan menjadi wali Allah yang istimewa. Lalu apa yang dimaksud wali Allah?

Allah Ta’ala berfirman,

(أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

فَكُلُّ مَنْ كَانَ مُؤْمِنًا تَقِيًّا كَانَ لِلَّهِ وَلِيًّا

“Setiap orang mukmin (beriman) dan bertakwa, maka dialah wali Allah.”[1] Jadi wali Allah bukanlah orang yang memiliki ilmu sakti, bisa terbang, memakai tasbih dan surban. Namun yang dimaksud wali Allah sebagaimana yang disebutkan oleh Allah sendiri dalam surat Yunus di atas. “Syarat disebut wali Allah adalah beriman dan bertakwa”[2]. Jadi jika orang-orang yang disebut wali malah orang yang tidak shalat dan gemar maksiat, maka itu bukanlah wali. Kalau mau disebut wali, maka pantasnya dia disebut wali setan.

Perlu diketahui bahwa wali Allah ada dua macam: [1] As Saabiquun Al Muqorrobun (wali Allah terdepan) dan [2] Al Abror Ash-habul yamin (wali Allah pertengahan).

As saabiquun al muqorrobun adalah hamba Allah yang selalu mendekatkan diri pada Allah dengan amalan sunnah di samping melakukan yang wajib serta dia meninggalkan yang haram sekaligus yang makruh.

Al Abror ash-habul yamin adalah hamba Allah yang hanya mendekatkan diri pada Allah dengan amalan yang wajib dan meninggalkan yang haram, ia tidak membebani dirinya dengan amalan sunnah dan tidak menahan diri dari berlebihan dalam yang mubah.

Mereka inilah yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ (1) لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ (2) خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ (3) إِذَا رُجَّتِ الْأَرْضُ رَجًّا (4) وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا (5) فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا (6) وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً (7) فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ (8) وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ (9) وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (10) أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (11) فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (12) ثُلَّةٌ مِنَ الْأَوَّلِينَ (13) وَقَلِيلٌ مِنَ الْآَخِرِينَ ( 14

“Apabila terjadi hari kiamat, tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain), apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan, dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang beriman paling dahulu. Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” (QS. Al Waqi’ah: 1-14)[3]

Kedua: Melengkapi Kekurangan pada Amalan Wajib

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ

“Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada manusia di hari kiamat nanti adalah shalat. Allah ‘azza wa jalla berkata kepada malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih tahu, “Lihatlah pada shalat hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun jika dalam shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah, Allah berfirman: sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan wajib dengan amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti ini.”[4]

Hadits ini pertanda bahwa amalan sunnah (seperti puasa sunnah) bisa menyempurnakan kekurangan yang ada pada puasa wajib sebagaimana halnya shalat. Oleh karena itu, jika kita merasa ada kekurangan dalam amalan wajib, maka perbanyaklah amalan sunnah.

Ketiga: Allah akan beri petunjuk pada pendengaran, penglihatan, kaki dan tangannya, serta doanya pun mustajab

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ

“Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.”[5]

Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) di samping melakukan amalan wajib, akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk pada pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan memberikan orang seperti ini keutamaan dengan mustajabnya do’a.[6]

Semoga bermanfaat.



Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com
Diselesaikan di wisma MTI, Pogung Kidul-Jogja, 9 Rabi'ul Awwal 1431 H

[1] Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2/224, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.

[2] Majmu’ Al Fatawa, 6/10.

[3] Lihat Al furqon baina awliyair rohman wa awliyaisy syaithon, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 51, Maktabah Ar Rusyd, cetakan kedua, tahun 1424 H.

[4] HR. Abu Daud no. 864, Ibnu Majah no. 1426. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[5] HR. Bukhari no. 2506.

[6] Faedah dari Fathul Qowil Matin, Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abad, hadits ke-38.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar